Rabu, 25 November 2009

PKL menurut hukum

Latar Belakang Masalah

Semenjak saya memasuki perguruan tinggi,saya semakin aware terhadap permasalahan permasalahan social yang ada disekitar saya.Contohnya seperti ekonomi,pendidikan,social dan budaya serta politik.Menurut saya banyak yang harus di benahi dalam sistem yang ada di Indonesia saat ini.Masih banyak sekali kekurangan yang terdapat di Indonesia .Dan sikap kita sebagai anak bangsa adalah ikut memecahkan solusi atas segala permasalahan yang ada di Indonesia saat saat ini.Yang ingin saya angkat dalam paper ini adalah masalah Pedagang Kaki Lima(PKL).Seperti yang kita ketahui juga bahwasanya para PKL ini sangat mengganggu ketertiban dan keindahan Jalan .Mengapa dikatakan seperti itu?Karena PKL tersebut tidak berjulan di mana tempatnya ia berada,seperti disepanjang trotoar atau ruas-ruas jalan dimana trotoar dan ruas-ruas jalan adalah hak pejalan kaki bukan tempat untuk orang berjualan.Setiap dua hari dalam seminggu yang biasanya saya kuliah menggunakan motor akan tetapi saya memlilih untuk naik kendaraan umum menuju kampus.Untuk menuju kampus saya harus berjalan sekitar setengah kilometer setelah turun dari angkutan umum untuk sampai ke kampus .Sepanjang jalan ke arah kampus sepanjang itu juga banyak para PKL yang berjual di ruas kiri jalan dari Pd.Labu sampai dengan UPN.Karena hal tersebut saya tidak bias berjalan di ruas kiri yang menjadi hak saya,karena hak saya telah di rampas oleh para PKL dan saya berjalan di ruas kanan jalan dan mengambil hak pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah dengan saya.Sungguh ironis memang tapi inilah yang terjadi di Indonesia .Kita saling merampas hak-hak yang dimiliki oleh orang lain .Dan ini sungguh jelas mengganggu keindah dan kenyamanan para pejalan kaki.

Di kota besar seperti Jakarta ini keberadaan PKL merupakan kegiatan perekonomian rakyat kecil.Dewasa ini fenomena penggusuran dan pembongkaran lahan PKL marak terjadi. Para PKL digusur oleh aparat pemerintah seolah-olah mereka tidak memiliki hak asasi manusia dalam bidang ekonomi social budaya (EKOSOB). Menurut penglihatan dari kacamata saya pribadi PKL adalah fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil,which is they just trade for survive.PKL timbul dari suatu kondisi pembanggunan perekonimian dan pendidikan yang tidak merata serta tidak terpenuhinya kesejahteraan hidup di seluruh Indonesia.PKL juga timbul karena tidak tersedianya lapangan kerja bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi.Pemerintah seharusnya dalam hal ini memilki tanggung jawab di dalam melaksanakan pembangunan di bidang pendidikan,perekonomian dan penyediaan lapangan kerja.Ketentuan tersebut sudah diatur dalam UUD 1945.Diantaranya sebagai berikut :

Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pasal 33 UUD 45 :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 34 UUD 45 :

(1) Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh Negara

(2) Negara mengembangkan system jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Dengan adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam UUD 45, hal ini menunjukkan bahwa Negara kita adalah Negara hukum. Segala hal yang berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak serta sanksi semuanya diatur oleh hukum.

Akan tetapi ternyata ketentuan-ketentuan diatas hanya sebuah kata dalam secarik kertas saja. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah dalam bidang pendidikan, perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan belum pernah terealisasi secara sempurna. Hal ini dapat kita buktikan dengan besarnya jumlah rakyat miskin di Indonesia . Kemiskinan di Indonesia diakibatkan oleh tidak adanya pemerataan perekonomian, peningkatan kwalitas pendidikan dan penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah . Data terakhir dari jumlah rakyat miskin di Indonesia kurang lebih sekitar 18 juta keluarga, jika setiap keluarga terdiri dari 3 orang, itu berarti terdapat sekitar 54 juta jiwa penduduk Indonesia termasuk kategori miskin) (sumber Badan Pusat Statistik). Jumlah ini masih yang terdata, bagaimana dengan orang-orang miskin yang tidak terdata, mungkin jumlahnya akan semakin besar.

Kenapa sih masih banyak rakyat miskin di Indonesia? Banyak masyrakat yang bertanya Tanya demikian ,Padahal Oemerintah dalam hal ini badan eksekutif dan legislatif telah diberikan tanggung jawab oleh UUD 45.Menurut pendapat saya masalah ini terjadi akibat sifat,mental dan mainset para birokrat yang korup yang haus akan uang .Seperti yang kita tahu pula sudah banyak sekali dana-dana baik itu dari RAPBN dan RAPBS atau bantuan dari Negara-negara maju untuk menuntaskan masalah kemiskinan di Indonesia.Dana-dana itu banyak yang tidak jelas pemakaiannya,banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang pengguanannya hanya untuk mempertebal kantong para pihak birokrat saja.Jadi fenomena PKL ini merupakan imbas akibat dari banyaknya rakyat miskin di Indonesia.Mereka berdagang karena ridak punya pilihan lain,mereka tidak mempunyai pendidikan yang memadai dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk mereka.Sehingga untuk mencari sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan pokok merea harus berdagan kaki lima .

Mengapa pilihannya menjadi PKL?Karena pekerjaan ini sesuai dengan kemampuan mereka ,karena bermodalkan kecil dan tidak perlu pendidikan yang tinggii dan mudah untuk dikerjakan.

DI Indonesia masih belum ada undang-undang yang khusu mengatur tentang PKL,padahal fenmena PKL sudah merupakan momok yang mengerikan yang sudah menjadi permasalahan nasional,karena disetiap kota pasti terdapat PKL.Peraturan mengenai PKLhanya terdapat pada Peraturan Daerah(perda),perda hanya mengatur tentang pelangaran-pelangaran untuk berdagang bagi PKL di spot-spot yang ditentukan..Tapi hak-hak PKL ini tidak diatur dalam hal tersebut.Untuk kota Jakarta UUD yang mengatur mengenai PKL diatur dalam UU No.32 tahun 2004.

Walaupun tidak ada pengaturan khusus tentang hak-hak Pedagang Kaki Lima, namun kita dapat menggunakan beberapa produk hukum yang dapat dijadikan landasan perlindungan bagi Pedagang Kaki Lima. Ketentuan perlindungan hukum bagi para Pedagang Kaki Lima ini adalah :

Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pasal 11 UU nomor 39/199 mengenai Hak Asasi Manusia : “ setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.”

Pasal 38 UU nomor 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia :

(1) “ Setiap warga Negara, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.

(2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang di sukainya dan ……….”

Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindunga, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :

a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima , serta lokasi lainnya.

e. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.

Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima , harus lebih mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil.

Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang bukan peruntukkannya, namun pemerintah harus mampu menjamin perlindungan dan memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima .

Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran

Kita sering sekali milihat pembokaran-pembongkaran PKL yang dilakuakan dengan cara yang kasar dsb.Fenomena dalam pembongkaran para PKL sangat tidak manusiawi.Saya ingat ungkapan yang pernah dikatakan oleh Ibu DRA.ANGELA EFIANDA ,MSI selaku dosen mata kuliah ISBD UPNVJ,dalam materinya ia pernah mengatakan “tidak memanusiakan manusia”.Mungkin ungkapan ini tepat bagi aparat yang melakakukan pembongkaran terhadap PKL.Para aparat teersebut tidak memanusiakan manusia dalam contoh kasus yang menghebohkan mei 2009 yang lalu kita mendengar di Media cetak dan elektronik,seorang bocah tersiram kuah bakso hingga 90 persen badanya mengalami luka bakar dan akhirnya meninggal.Itu terjadi saat pengejaraan PKL oleh Satpol PP.Sungguh sangat disayangkan memang didalam melakukan pernertiban sering sekali terjadi hal-hal yang ternyata tidak mencerminkan kata-kata terrib itu sendiri,kalau kita menafsirkan pernertiban itu adalah suatu prose membuat seseuatu menjadi rapih dan tertib,tnapa menimbulakan chaos atau masalah yang baru.

Pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak memperhatikan, serta selalu saja merusak hak milik para pedagang kaki lima atas barang-barang dagangannya. Padahal hak milik ini telah dijamin oleh UUD 45 dan Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia. Diantaranya berbunyi sebagai berikut :

o Pasal 28 G ayat (1) UUD 45, berbunyi “ setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi; keluarga; kehormatan; martabat; dan harta benda yang dibawah kekuasaannya , serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

o Pasal 28 H ayat (4) UUD 45, berbunyi “ setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang.”

o Pasal 28 I ayat (4) UUD 45, berbunyi “ perlindungan; pemajuan; penegakan; dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintah.”

Sedangkan didalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 mengenai HAM, berbunyi sebagai berikut :

o Pasal 36 ayat (2) berbunyi “ tidak seorang pun boleh dirampas hak miliknya dengan sewenang-wenang.”

o Pasal 37 ayat (1) berbunyi “ pencabutan hak milik atas sesuatu benda demi kepentingan umum; hanya dapat diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan serta pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

o Pasal 37 ayat (2) berbunyi “ apabila ada sesuatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik itu untuk selama-lamanya maupun untuk sementara waktu, maka hal itu dilakuakan dengan mengganti kerugian.

o Pasal 40 berbunyi “ setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.”

Pemerintah didalam melakukan penertiban harusnya memperhatikan dan menjunjung tinggi hak milik para PKL atas barang dagangannya. Ketika pemerintah melakukan pengrusakan terhadap hak milik para PKL ini, maka ia sudah melakukan perbuatan melanggar hukum, yakni ketentuan yang terdapat dalam hukum pidana dan juga ketentuan yang terdapat didalam hukum perdata.

Adapun ketentuan yang diatur didalam hukum pidana adalah :

Pasal 406 ayat (1) KUHPidana berbunyi : “ Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”

Sedangkan ketentuan yang diatur didalam Hukum Perdatanya adalah

Pasal 1365 berbunyi : “ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Coba kita bayangkan,bagaimana kita mau menegakan suatu hokum dan keadilan jika metode yang digunakan justru melawan hokum.Apapun alasannya PKL tidak dapat kita salahkan secara absolute.Harus diakui juga memeang benar PKL melakukan suatu perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan yang ada didalam perda.Akan tetapi pemerintah dalam konteks ini juga sudah melakukan kejahatan ketika ia melakukan pengrusakan atas hak milik barang dagangan PKL dan pemerintah juga harus menggantii kerugiaan atas barang dagangan PKLyang rusak.Pemerintah belum memberikan suatu jaminan yang pasti bahwa para PKL ini di gusur,mereka harus berjualan ditempat seperti apa.Mugkin tempat yang dijadikan tempat relokasi para PKL tersebut bukanlah suatu pusat perekonomian.Dewasa ini kita mengetahui bahwa pusat kegiatan perekonomian justru lebih di condongkan kepada pasar-pasar modern dengan gedung tinggi dan ber-AC.Para pedagang kecil hanya mendapatkan tempat pada pinggiran-pinggiran dari kegiatan perekonomian tersebut.

PASAL-PASAL MENGENAI PKL YANG BERMASALAH DI DALAM PERDA K3

Didalam perda K3 ini terdapat pasal mengenai PKL yang rancu bila kita mencoba untuk menafsirkannya. Adapun pasal tersebut adalah :

Pasal 49 ayat (1) Perda nomor.11 tahun 1005 berbunyi : “ bahwa setiap orang atau badan hukum yang melakukan perbuatan berupa :

bb) berusaha atau berdagang di trotoar ; badan jalan/jalan; taman; jalur hijau dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukkannya tanpa izin dari walikota dikenakan biaya paksa penegakan hukum sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah ) dan/atau sanksi administrative berupa penahanan untuk sementara waktu KTP atau kartu tanda identitas penduduk lainnya.

jj) mendirikan kios dan/atau berjualan di trotoar; taman; jalur hijau; melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan kerusakan kelengkapan taman atau jalur hijau dikenakan pembebanan biaya paksa penegakan hukum sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah ) dan atau sanksi administrative berupa penahanan sementara KTP atau kartu identitas penduduk lainnya.

Didalam pasal ini terdapat kata-kata yang berbunyi “tempat-tempat lain yang bukan peruntukkannya tanpa mendapat izin dari walikota”. Kata-kata ini dapat menimbulkan peluang adanya kesewenang-wenangan pemkot didalam menentukan tempat yang tidak memperbolehkan para PKL untuk berjualan. Harusnya kata-kata ini lebih diperinci lagi hingga tempat-tempat seperti apa saja yang tidak memperbolehkan PKL untuk berjualan. Karena bila tidak DIPERINCI, maka akan dapat memberi peluang untuk mematikan hak-hak Ekonomi PKL pada suatu tempat, yang mana tempat tersebut dapat memberi peluang untuk mendapatkan keuntungan didalam berdagang.

Untuk itu pemerintah kota harus menjelaskan secara terperinci tempat-tempat seperti apa saja yang dilarang atau pun yang diperbolehkan didalam berdagang. Apabila hanya tempat2 yang dilarang saja yang disebutkan, maka pemerintah sama saja dengan menghilangkan hak-hak rakyat dalam mengakses pendapatan dari perputaran kegiatan ekonomi di suatu tempat yang strategis. Secara hukum para PKL ini sudah dijamin hak nya dalam mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Mengenai sanksi adanya biaya paksa penegakan hukum ini juga hal yang aneh. Karena didalam penegakan hukum tidak pernah ada biaya paksa penegakan hukum. Biaya mengenai penegakan hukum itu sudah merupakan bagian dari anggaran instansi-instansi penegak hukum, seperti Kepolisian, TNI, dan Polisi Pamong Praja. Masing-masing instansi tersebut sudah memiliki anggaran didalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannnya. Jadi adanya biaya paksa penegakan hukum ini sangat tidak rasional dan tidak jelas apa tujuannya. Adanya biaya paksa penegakan hukum ini memiliki dasar hukum didalam pasal 143 UU Nomor 32 mengenai Pemerintahan Daerah. Akan tetapi adanya pasal ini juga harus di pertanyakan karena tidak jelas apa fungsi dan kegunaannya serta instansi apa yang berwenang mengelola biaya ini. Dan juga hal ini akan memberikan peluang akan adanya praktek korupsi didalam penegakan hukum itu sendiri.

Penutup

Menurut pendapat saya PKL timbul pembanguan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata di Negara ini .Jika saja pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab secara penuh akan UUD 1945 saya rasa tidak akan lagi ada yang namanya PKL di Indonesia dan masalah yang terdapat di Indonesia saat ini.

Seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 188 yang artinya :

“ Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak halal); dan kamu bawa perkaranya kepada hakim (pemerintah) supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan cara berbuat dosa, padahal kamu mengetahuinya.”

[1] Lihat koran harian KOMPAS, edisi rabu, 1 februari 2006, hal 23


1 komentar: